Minggu, 06 November 2011

kompetensi guru


A. Pengertian Kompetensi Guru
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”.
Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakancriterion-referenced, karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.Muhaimin (2004:151) menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus  ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

B. Dimensi-dimensi Kompetensi Guru

Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.  Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran. Kompetensi ini  dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
a. Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar mengajar mencakup kemampuan: (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3) merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber pengajaran; dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6)  mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.
b. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Pada tahap ini disamping pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan  teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan metode mengajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa.Yutmini (1992:13)  mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus di miliki guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar meliputi kemampuan: (1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar.Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien. Kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar terlihat dalam mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal siswa, kemudian mendiagnosis, menilai dan merespon setiap perubahan perilaku siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi melaksanakan proses belajar mengajar meliputi (1) membuka pelajaran, (2) menyajikan materi, (3) menggunakan media dan metode, (4) menggunakan alat peraga, (5) menggunakan bahasa yang komunikatif, (6) memotivasi siswa, (7) mengorganisasi kegiatan, (8) berinteraksi dengan siswa secara komunikatif, (9) menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.
c. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan.
Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan.Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.Depdiknas (2004:9) mengemukakan  kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran,
(2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8)  mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian,  (10) mampu menyimpulkan  dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut,  dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Kepribadian

Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.  Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)  menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.Dalam Undang-undang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi (1) pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.

3. Kompetensi Profesional

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini  atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi)  yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi profesional meliputi (1) pengembangan profesi, pemahaman wawasan, dan penguasaan bahan kajian akademik.Pengembangan profesi meliputi (1) mengikuti informasi perkembangan iptek yang mendukung profesi melalui berbagai kegiatan ilmiah, (2) mengalihbahasakan buku pelajaran/karya ilmiah, (3) mengembangkan berbagai model pembelajaran, (4) menulis makalah, (5) menulis/menyusun diktat pelajaran, (6) menulis buku pelajaran, (7) menulis modul, (8) menulis karya ilmiah, (9) melakukan penelitian ilmiah (action research), (10) menemukan teknologi tepat guna, (11) membuat alat peraga/media, (12) menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan

4. Kompetensi Sosial

Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah “kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.
DAFTAR  PUSTAKA
Anwar, Moch. Idochi. (2004). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Arikunto, Suharsimi (1993). Manajemen Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya.
Joni, T. Raka. (1984). Pedoman Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Dirjen  Pendidikan Tinggi Depdikbud
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung:  PT Remaja Rosdakarya.
Muhaimin (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E., (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Robbins, Stephen P., (2001), Organizational Behavior, New Jersey: Pearson Education International.
Robotham, David, (1996), Competences : Measuring The Immeasurable, Management Development Review, Vol. 9, No. 5, hal. 25-29.
Sofo. Francesco, (1999). Human Resource Development, Perspective, Roles and Practice Choice. Business  and Professional Publishing, Warriewood, NWS
Spencer, Lyle M., Jr. & Signe M., Spencer. (1993). Competence at Work: Models for Superior Performance. John Wiley & Sons. Inc.
Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktis Profesional. Bandung: Angkasa
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. (1994). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wirawan. (2002). Profesi dan Standar Evaluasi. Jakarta: Yayasan Bangun Indonesia & UHAMKA Press.
Yutmini, Sri. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: FKIP UNS.

10 kompetensi guru

Guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan, di samping memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melaksanakan hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar-mengajar. Di dalam kegiatan mengelola interaksi belajar-mengajar, guru paling tidak harus memiliki dua modal dasar, yakni kemampuan mendesain program dan keterampilan mengkomunikasikan program itu kepada anak didik. Dua modal ini telah terumuskan dalam sepuluh kompetensi guru, sebagai berikut: [1]

Kompetensi Guru yang Pertama Menguasai bahan
Sebelum guru tampil di muka kelas untuk mengelola interaksi belajar-mengajar, terlebih dahulu harus sudah menguasai bahan apa yang diajarkan dan sekaligus bahan-bahan apa yang dapat mendukung jalannya proses belajar-mengajar. Dengan modal penguasaan bahan, guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis. Dalam hal ini yang dimaksud “menguasai bahan” bagi seorang guru, mengandung dua lingkup penguasaan materi, yakni:

  • menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah.
  • menguasai bahan penunjang bidang studi.
Yang dimaksud dengan menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah yaitu guru harus menguasai bahan sesuai dengan materi atau cabang ilmu pengetahuan yang dipegangnya sesuai dengan kurikulum sekolah. Sebagai contoh: Tauhid, Akhlak, Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf, Mantiq, Faraid dan seterusnya. Kemudian agar dapat menyampaikan materi itu lebih mantap, guru juga harus mengusai bahan pelajaran lain yang dapat memperjelas bahan-bahan bidang studi yang dipegang guru tersebut. Misalnya untuk mengajar bidang studi Bahasa Arab, guru juga harus menguasai bahan-bahan yang lain seperti Nahwu, Sharaf, Mantiq. Bahkan kalau kita lihat secara makro, guru juga harus menguasai materi-materi yang lain, misalnya yang berkaitan dengan PBM.

Kompetensi Guru Kedua Mengelola program belajar-mengajar
Guru yang kompeten juga harus mampu mengelola program belajar-mengajar. Dalam hal ini ada beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru. Langkah-langkah itu ialah:

a. Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran.
Sebelum mulai mengajar, guru perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai. Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran ini penting karena dapat dijadikan pedoman atau petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar-mengajar itu harus dibawa. Tujuan instruksional akan senantiasa menjadi hasil atau perubahan tingkah laku, kemampuan dan keterampilan yang diperoleh setelah siswa mengikuti kegiatan belajar. Oleh karena itu, tugas guru harus dapat merumuskan tujuan instruksional itu secara jelas dan benar.

b. Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang tepat.
Guru yang akan mengajar biasanya menyiapkan segala sesuatunya secara tertulis dalam suatu persiapan mengajar, yang sering juga dikenal dengan PPSI. Dalam PPSI ini mengandung prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar-mengajar. Sebagai contoh setelah merumuskan tujuan, kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan kegiatan belajar-mengajar, dan begitu seterusnya sampai tahap pelaksanaan. Untuk itu semua perlu didesain.

c. Melaksanakan program belajar-mengajar
Dalam hal ini guru berturut-turut melakukan kegiatan pretest, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan post-test dan perbaikan. Dalam kegiatan penyampaian materi guru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
  • menyampaikan materi dan pelajaran dengan tepat dan jelas,
  • pertanyaan yang dilontarkan cukup merangsang untuk berpikir, mendidik dan mengenai sasaran,
  • memberi kesempatan atau menciptakan kondisi yang dapat memunculkan pertanyaan dari siswa,
  • terlihat adanya variasi dalam pemberian materi dan kegiatan,
  • guru selalu memperhatikan reaksi atau tanggapan yang berkembang pada diri siswa baik verbal maupun non verbal,
  • memberikan pujian atau penghargaan bagi jawaban-jawaban yang tepat bagi siswa dan sebaliknya mengarahkan jawaban yang kurang tepat.
d. Mengenal kemampuan anak didik.
Dalam mengelola program belajar-mengajar, guru perlu mengenal kemampuan anak didik. Sebab bagaimanapun juga setiap anak didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri, termasuk kemampuannya. Dengan demikian, dalam satu kelas akan terdapat bermacam-macam kemampuan. Hal ini perlu dipahami oleh guru agar dapat mengelola program belajar-mengajar dengan tepat.

e. Merencanakan dan melaksanakan program remidial.
Dalam suatu proses belajar-mengajar tentu saja dikandung suatu harapan agar seluruh atau setidak-tidaknya sebagian siswa dapat berhasil dengan baik. Namun kenyataannya sering tidak demikian. Salah satu usaha untuk mencapai hal itu adalah dengan pengembangan prinsip belajar tuntas atau mastery learning. Belajar tuntas adalah suatu sistem belajar yang mengharapkan sebagian besar siswa dapat menguasai tujuan instruksional umum (basic learning objectives) dari suatu satuan atau unit pelajaran secara tuntas.[2] Untuk dianggap tuntas diperlukan standar norma atau ketentuan yang tertentu. Misalnya dalam sistem pengajaran modul, ditetapkan bahwa 85% dari populasi siswa harus menguasai sekurang-kurangnya 75% dari tujuan-tujuan instruksional yang akan dicapai. Apabila standar norma itu sudah dipenuhi, maka modul dapat beralih ke nomor berikutnya.

Untuk menguasai (mastery) suatu bahan/materi pelajaran diperlukan waktu yang berbeda-beda bagi setiap siswa. Apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanannya tepat, setiap siswa akan mampu menguasai bahan/materi pelajaran yang diberikan kepadanya. Pemikiran inilah yang mendasari adanya program remidial, yaitu suatu kegiatan perbaikan bagi siswa yang belum berhasil dalam belajarnya (belum mastery). 
Kegiatan perbaikan biasanya dilaksanakan pada saat-saat setelah diadakan evaluasi. Evaluasi itu sendiri dapat dilaksanakan pada:
  • awal serangkaian pelajaran atau sebelum pelajaran dimulai, (berupa tes prasyarat, tes diagnostik, atau pre test),
  • bagian akhir pada serangkaian pelajaran atau suatu pelajaran pokok (post test),
  • saat setelah suatu ujian yang terdiri dari beberapa satuan pelajaran selesai atau pada akhir suatu catur wulan/semester (berupa tes unit atau tes sumatif).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam kegiatan perbaikan ialah:
  • sifat kegiatan perbaikan,
  • jumlah siswa yang memerlukan,
  • tempat untuk memberikan,
  • waktu untuk diselenggarakan,
  • orang yang harus memberikan,
  • metode yang digunakan,
  • sarana atau alat yang digunakan,
  • tingkat kesulitan belajar siswa.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam memecahkan kesulitan belajar secara umum ialah:
(1) Diagnose, meliputi:
  • identifikasi kasus,
  • lokalisasi jenis dan sifat kesulitan,
  • menetapkan faktor penyebab kesulitan.
(2) Prognose, yaitu mengadakan estimasi tentang kesulitan.
(3) Terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan dalam rangka penyembuhan kesulitan.

Kompetensi Guru yang Ketiga Mengelola Kelas
Untuk mengajar suatu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar. Kalau belum kondusif, guru harus berusaha seoptimal mungkin untuk membenahinya. Oleh karena itu, kegiatan mengelola kelas akan menyangkut “mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran” dan “menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi”.

Kompetensi Guru yang Keempat Menggunakan media/sumber
Berikut ini adalah beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menggunakan media:
  1. Mengenal, memilih dan menggunakan suatu media.
  2. Membuat alat-alat bantu pelajaran yang sederhana. Maksudnya agar mudah didapat dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda.
  3. Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar. Misalnya untuk kegiatan penelitian, eksperimen dan lain-lain.
  4. Menggunakan buku pegangan/buku sumber. Buku sumber perlu lebih dari satu kemudian ditambah buku-buku lain yang menunjang.
  5. Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar.
Kompetensi Guru Yang Kelima Menguasai landasan-landasan kependidikan.
Pendidikan adalah serangkaian usaha untuk pengembangan bangsa. Pengembangan bangsa itu akan dapat diwujudkan secara nyata dengan usaha menciptakan ketahanan nasional dalam rangka mencapai cita-cita bangsa. Meningat hal itu, maka sistem pendidikan akan diarahkan kepada perwujudan keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara pengembangan kuantitas dan pengembangan kualitas serta antara aspek lahiriah dan aspek ruhaniah. Itulah sebabanya pendidikan nasional kita dirumuskan sebagai usaha sadar untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Rumusan pendidikan nasional sebagaimana diuraikan di atas, didasari pada Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 merupakan landasan konstitusional.

Guru, sebagai salah satu unsur manusiawi dalam kegiatan pendidikan harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional baik dasar, arah/tujuan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pelaksanaannya. Dengan memahami itu semua guru akan memiliki landasan berpijak dan keyakinan yang mendorong cara berpikir dan bertindak eduktif di setiap situasi dalam usaha mengelola interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain Pancasila, UUD 1945, GBHN merupakan landasan atau falsafah bagi kegiatan guru dalam menjalankan berbagai ketetapan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kompetensi Guru yang Keenam Mengelola interaksi belajar-mengajar
Di dalam proses belajar-mengajar, kegiatan interaksi antara guru dan siswa merupakan kegiatan ynag cukup dominan, kemudian di dalam kegiatan interaksi antara guru dan siswa dalam rangka transfer of knowledge dan bahkan juga transfer of values, akan senantiasa menuntut komponen yang serasi antara komponen yang satu dengan yang lain. Serasi dalam hal ini berarti komponen-komponen yang ada pada kegiatan proses belajar-mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan belajar bagi anak didik. Jelasnya proses interaksi antara guru dan siswa tidak semata-mata hanya tergantung cara atau metode yang dipakai, tetapi komponen-komponen yang lain juga akan mempengaruhi keberhasilan interaksi belajar-mengajar tersebut.

Ada beberapa komponen dalam interaksi belajar-mengajar, misalnya guru, siswa, metode, alat/teknologi, sarana, tujuan. Untuk mencapai tujuan instruksional, masing-masing komponen itu akan saling merespon dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain. Sehingga tugas guru adalah bagaimana harus mendesain dari masing-masing komponen agar menciptakan proses belajar-mengajar yang lebih optimal. Dengan demikian guru selanjutnya akan dapat mengembangkan interaksi belajar-mengajar yang lebih dinamis untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Kompetensi Guru yang Ketujuh Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran.
Guru harus mampu menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa, apalagi secara individual setiap siswa memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya, guru akan dapat mengambil langkah-langkah instruksional yang konstruktif. Bagi guru yang bijaksana dan memahami karakteristik siswa akan menciptakan kegiatan belajar-mengajar yang lebih bervariasi serta akan memberikan kegiatan belajar yang berbeda antara siswa yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah.
Dalam hal ini secara konkrit, guru mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data hasil belajar siswa.
1) setiap kali ada usaha mengevaluasi selama pelajaran berlangsung,
2) pada akhir pelajaran.
b. Menganalisis data hasil belajar siswa. Dengan langkah ini guru akan mengetahui:
1) siswa yang menemukan pola-pola belajar yang lain,
2) keberhasilan atau tidaknya siswa dalam belajar.
c. Menggunakan data hasil belajar siswa, dalam hal ini menyangkut:
1) lahirnya feed back untuk masing-masing siswa dan ini perlu diketahui oleh guru,
2) dengan adanya feed back itu maka guru akan menganalisis dengan tepat follow up atau kegiatan-kegiatan berikutnya.
Kompetensi Guru yang Kedelapan Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Dalam tugas dan peranannya di sekolah guru juga sebagai pembimbing ataupun konselor/penyuluh. Itulah sebabnya guru harus mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah serta harus menyelenggarakan program layanan bimbingan di sekolah, agar kegiatan interaksi belajar-mengajarnya bersama para siswa menjadi lebih tepat dan produktif.

Bimbingan dan penyuluhan terdiri dari dua kata “bimbingan” dan “penyuluhan” yang masing-masing memiliki makna tersendiri yang cukup mendasar, walaupun oprasionalnya masing-masing saling berkaitan sangat erat. Menurut Jear Book of Education, bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemapuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.[3] Sedangkan penyuluhan (counseling) menurut James F. Adams yang dikutip oleh Ibrahim Hadi adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu di mana yang seorang (counselor), membantu yang lain (counselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah-masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan pada waktu yang akan datang.[4]

Adapun prinsip-prinsip konseling yang dapat digunakan untuk mengembangkan program bimbingan dan penyuluhan di lembaga pendidikan/sekolah, yakni:
  • Konseling/penyuluh merupakan bantuan yang diberikan secara sengaja.
  • Prosesnya dilaksanakan melalui hubungan antar personal.
  • Sasaran counseling adalah counselee atau klien, yakni (siswa) agar dapat mengatasi hambatan yang dialami pada proses perkembangannya.
  • Tujuannya memberikan tuntunan agar counselee atau klien tadi, mampu memilih dan menentukan cara-caranya sendiri untuk mengatasi hambatannya.
Perlu diketahui bahwa dalam penyelenggaraan program bimbingan dan penyuluhan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat akademis seperti kognitif, efektif, dan psikomotor, tetapi juga problem-problem pribadi yang memang memungkinkan. Dengan demikian, anak didik dapat mengembangkan potensinya secara optimal, menjadi pribadi bermasyarakat yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan umum. Dengan demikian, guru di sekolah tidak hanya semata-mata sebagai pembimbing dan membantu anak didik dalam hal pemecahan problema atau pelajaran, tetapi juga membantu menunjukkan jalan pemecahan persoalan pribadi anak didik yang menggangu studi dan kegiatan hidup lainnya.

Kompetensi Guru Ke-9 Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
Guru di sekolah di samping berperan sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing juga sebagai administrator. Dengan demikian, guru harus mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah. Hal ini sebagai upaya pemuasan layanan terhadap para siswa.

Admistrasi sekolah berasal dari dua kata, administrasi dan sekolah. Administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan penyusunan keterangan-keterangan secara sitematis dan pencatatan secara tertulis dengan maksud untuk memperoleh sesuatu ikhtisar mengenai keterangan-keterangan itu dalam keseluruhan dalam kaitannya satu sama lain. Jadi pendidikan administrasi secara luas adalah suatu proses pemanfaatan semua sumber materiil dan personal secara luas adalah suatu proses pemanfaatan semua sumber materiil dan personal secara efektif untuk tujuan tertentu.[5]

Dengan pengertian tersebut, maka yang diamksud dengan administrasi akan menyangkut persoalan yang cukup kompleks. Kegiatan itu tidak sekedar mengurus soal surat-menyurat, tetapi menyangkut pula berbagai kegiatan misalnya pendataan personal, penyusunan jadwal, presensi siswa, pengisian rapor dan lain-lain. Keberhasilan dalam kegiatan-kegiatan ini jelas akan memberi kepuasan kepada para siswa. Kalau sudah demikian maka interaksi belajar-mengajar itu akan lancar.

Dari sekian kegiatan itu sebenarnya pada garis besarnya administrasi sekolah atau khusus administrasi kelas dapat diakatakan sebagai kegiatan catat-mencatat dan lapor-melapor secara sistematis mengenai informasi tentang sekolah/kelas. Dengan demikian, ada dua pekerjaan pokok dalam administrasi sekolah/kelas bagi guru, yakni recording (catat-mencatat) dan reporting (lapor-melapor). Ini semua harus diapahami oleh setiap guru, jadi guru menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berikut ini:
  1. Kegiatan recording (catat-mencatat. Ini meliputi catatan-catatan mengenai siswa dan catatan-catatan bagi guru. Catatan-catatan mengenai siswa akan meliputi antara lain: daftar presensi (harian maupun bulanan), catatan tugas/pekerjaan siswa (baik kelompok maupun individual), catatan sosiometris atau hubungan antar siswa, catatan partisipasi siswa, data pribadi siswa baik yang menyangkut identitas diri, latar belakang orang tua, riwayat pendidikan, kesehatan dan catatan khusus yang perlu bagi siswa. Adapun catatan-catatan yang penting bagi guru antara lain: silabus mata pelajaran, persiapan mengajar/PPSI, buku batas pelajaran, kumpulan soal-soal ujian dan tugas, catatan-catatan hasil evaluasi siswa, buku notulen rapat, buku agenda.
  2. Kegiatan reporting (lapor-melapor) bagi guru ini meliputi laporan kepada kepala sekolah dan laporan kepada orang tua siswa. Mengenai laporan kepada kepala sekolah, hampir semua kegiatan recording seperti diuraiakn di atas, perlu dilaporkan kepada kepala sekolah. Di samping itu guru juga melaporkan kepada kepala sekolah hal-hal misalnya soal pengorganisasian siswa, inventaris kelas, keuangan kelas, mutasi, kenaikan dan tamat belajar, perkembangan prestasi atau hasil belajar siswa.
Kompetensi Guru yang terakhir Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Dalam rangka menumbuhkan penalaran dan mengembangkan proses belajar-mengajar, setiap mata pelajaran diharapkan dapat memancing baik siswa maupun guru untuk terus dapat menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Dengan demikian, akan menambah wawasan bagi guru. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai dengan prinsip “hasrat ingin tahu” dari manusia itu sendiri. Dengan demikian, manusia akan mencari jawab atas berbagai pertanyaan tersebut. Dari dorongan ingin tahu itulah manusia berusaha mendapatkan pengetahuan mengenai hal-hal yang dipertanyakan. Maka manusia akan terdorong melakukan penelitian untuk mencari jawab dan kebenaran dari problema atau pertanyaan yang dihadapi tersebut.

Selain itu hal yang penting lagi adalah guru juga harus dapat membaca dan menfasirkan hasil-hasil penelitan pendidikan. Dengan ini berarti guru akan mendapat masukan yang bisa diterapkan untuk keperluan proses belajar-mengajar.
____________________________________

PAI


This template made by Gudang Makalah